![]() |
| Salah satu pelaku ekspor kopi Gayo, Ketiara Coffee, yang berlokasi di Jalan Raya Umang, Kecamatan Bebesen, Takengon. | Foto : Husein |
Salah satu pelaku ekspor kopi Gayo adalah Ketiara Coffee, yang berlokasi di Jalan Raya Umang, Kecamatan Bebesen, Takengon. Di fasilitas ini, proses penyortiran biji kopi dilakukan dengan sangat teliti oleh para pekerja, mayoritas perempuan. Mereka memisahkan biji berdasarkan kualitas, menggunakan wadah terpisah untuk yang layak ekspor dan yang tidak memenuhi standar.
Menariknya, demi menjaga kualitas aroma kopi, pekerja di area sortir dilarang menggunakan parfum atau wewangian lainnya.
Ketiara Coffee tidak hanya melakukan sortir di lokasi tersebut, tetapi juga mengelola berbagai tahapan penting sebelum kopi dikirim ke luar negeri. Area sekitar fasilitas ini juga menjadi tempat penyimpanan dan akses menuju kebun kopi yang jaraknya hanya beberapa ratus meter.
Menurut Bambang Arie Nugroho, pemilik Ketiara Coffee, usaha ini berdiri sejak 2003, namun baru fokus ke pasar ekspor sejak 2008 setelah mengantongi izin resmi dari Jakarta. Tantangan awal mereka adalah menemukan pembeli internasional, hingga akhirnya dikenalkan ke mitra di luar negeri oleh eksportir dari Medan.
“Ekspor pertama kami terjadi pada tahun 2012, dengan tujuan ke Amerika Serikat sebanyak sembilan ton,” ungkap Arie.
Kini, permintaan terhadap kopi Gayo dari Ketiara terus meningkat. Sekitar 15 negara menjadi pelanggan tetap, dengan volume ekspor mencapai sekitar 100 ton per bulan. Sebagian besar, sekitar 70 persen, dikirim ke Amerika, dan sisanya tersebar ke negara-negara seperti Jerman, Prancis, Swiss, Tiongkok, Jepang, Korea, Singapura, dan Malaysia.
Menurut Arie, permintaan dari berbagai negara memiliki standar yang berbeda. Misalnya, pasar Amerika cenderung fokus pada rasa, sementara pasar Eropa seperti Jerman lebih ketat terhadap batas residu pestisida.
Ketiara mendapatkan suplai biji kopi dari sekitar 2.000 petani yang tersebar di wilayah Aceh Tengah dan Bener Meriah. Pengiriman dilakukan dari gudang lokal di Takengon, sementara proses pengapalan dilakukan melalui Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara.
Kepala Bea Cukai Aceh, Safuadi, juga menyoroti potensi kopi Aceh yang semakin dilirik pasar dunia. Menurutnya, kopi dari wilayah ini tidak hanya populer di Amerika dan Belanda, tapi juga mulai diminati oleh negara-negara Timur Tengah, Turki, dan baru-baru ini Italia.
"Italia bahkan telah menyampaikan minat untuk membeli sebanyak 60 ribu ton. Ini sinyal kuat bahwa kopi Aceh punya peluang besar di pasar baru," jelasnya.(Rel)
